Archive for April, 2012


Anakku…

Bila ibu boleh memilih Apakah ibu berbadan langsing atau berbadan besar karena mengandungmu

Maka ibu akan memilih mengandungmu

Karena dalam mengandungmu ibu merasakan keajaiban dan kebesaran Allah

Sembilan bulan nak…

Engkau hidup di perut ibu

Engkau ikut kemanapun ibu pergi

Engkau ikut merasakan ketika jantung ibu berdetak karena kebahagiaan

Engkau menendang rahim ibu ketika engkau merasa tidak nyaman, karena ibu kecewa dan berurai air mata

Anakku…

Bila ibu boleh memilih apakah ibu harus operasi caesar, atau ibu harus berjuang melahirkanmu

Maka ibu memilih berjuang melahirkanmu

Karena menunggu dari jam ke jam, menit ke menit kelahiranmu

Adalah seperti menunggu antrian memasuki salah satu pintu surga

Karena kedahsyatan perjuanganmu untuk mencari jalan ke luar ke dunia sangat ibu rasakan

Dan saat itulah kebesaran Allah menyelimuti kita berdua

Malaikat tersenyum diantara peluh dan erangan rasa sakit,

Yang tak pernah bisa ibu ceritakan kepada siapapun

Dan ketika engkau hadir, tangismu memecah dunia

Saat itulah…

Saat paling membahagiakan

Segala sakit & derita sirna melihat dirimu yang merah,

Mendengarkan ayahmu mengumandangkan adzan,

Kalimat syahadat kebesaran Allah dan penetapan hati tentang junjungan kita Rasulullah di telinga mungilmu

Anakku…

Bila ibu boleh memilih apakah ibu berdada indah,

atau harus bangun tengah malam untuk menyusuimu,

Maka ibu memilih menyusuimu,

Karena dengan menyusuimu ibu telah membekali hidupmu dengan tetesan-tetesan dan tegukan tegukan yang sangat berharga

Merasakan kehangatan bibir dan badanmu didada ibu dalam kantuk ibu,

Adalah sebuah rasa luar biasa yang orang lain tidak bisa rasakan

Anakku…

Bila ibu boleh memilih duduk berlama-lama di ruang rapat

Atau duduk di lantai menemanimu menempelkan puzzle

Maka ibu memilih bermain puzzle denganmu

Tetapi anakku…

Hidup memang pilihan…

Jika dengan pilihan ibu, engkau merasa sepi dan merana

Maka maafkanlah nak…

Maafkan ibu… Maafkan ibu…

Percayalah nak,

ibu sedang menyempurnakan puzzle kehidupan kita,

Agar tidak ada satu kepingpun bagian puzzle kehidupan kita yang hilang

Percayalah nak…

Sepi dan ranamu adalah sebagian duka ibu

Percayalah nak…

Engkau adalah selalu menjadi belahan nyawa ibu…

 

Nasihat Cinta Aa Gym. .

Nasihat Cinta Aa Gym.. ^_^

Hati kita sering terbeli oleh orang yang berbuat baik kepada kita.

Timbulah cinta, cinta yang dapat membuat kita ringan berbuat bahkan berkorban.

kita cinta kepada orang tua yang sudah banyak memberi kebaikan,  kitapun cinta kepada siapa saja yang membuat kita mendapatkan nikmat kebaikan.

Tapi sesungguhnya semua sumber kebaikan hanyalah dari Allah. sedangkan makhluk hanyalah jalan nikmat yang Dia berikan kepada kita.

Oleh karena itu jikalau kita akan menumpahkan cinta, maka cinta sejati kita adalah cinta kepada sumber kebaikan, sumber segala kenikmatan dan kebahagiaan yang sampai kepada kita.

Dialah Allah,  Maha Pencinta.

Dialah Allah yang layak kita cintai dengan sepenuh hati.

^__^

Izinkan Aku Menciummu Ibu ~ Beberapa waktu yang lalu ARMAN BLOG pernah share sebuah artikel tentang Cinta Abadi yang mengisahkan cinta abadi seorang ibu terhadap anaknya. Nah, pada kesempatan kali ini saya akan share sebuah cerita cinta seorang ibu juga tetapi dengan cerita yang berbeda. Semoga setelah menyimak cerita ini kalian bisa mengambil banyak pelajaran penting, sehingga kalian menjadi lebih tahu betapa pentingnya peran seorang ibu terhadap hidup kalian nanti.
Sewaktu masih kecil, aku sering merasa dijadikan pembantu olehnya. Ia selalu menyuruhku mengerjakan tugas-tugas seperti menyapu lantai dan mengepelnya setiap pagi dan sore. Setiap hari, aku ‘dipaksa’ membantunya memasak di pagi buta sebelum ayah dan adik-adikku bangun. Bahkan sepulang sekolah, ia tak mengizinkanku bermain sebelum semua pekerjaan rumah dibereskan. Sehabis makan, aku pun harus mencucinya sendiri juga piring bekas masak dan makan yang lain. Tidak jarang aku merasa kesal dengan semua beban yang diberikannya hingga setiap kali mengerjakannya aku selalu bersungut-sungut.
Kini, setelah dewasa aku mengerti kenapa dulu ia melakukan itu semua. Karena aku juga akan menjadi seorang istri dari suamiku, ibu dari anak-anakku yang tidak akan pernah lepas dari semua pekerjaan masa kecilku dulu. Terima kasih ibu, karena engkau aku menjadi istri yang baik dari suamiku dan ibu yang dibanggakan oleh anak-anakku.
Saat pertama kali aku masuk sekolah di Taman Kanak-Kanak, ia yang mengantarku hingga masuk ke dalam kelas. Dengan sabar pula ia menunggu. Sesekali kulihat dari jendela kelas, ia masih duduk di seberang sana. Aku tak peduli dengan setumpuk pekerjaannya di rumah, dengan rasa kantuk yang menderanya, atau terik, atau hujan. Juga rasa jenuh dan bosannya menunggu. Yang penting aku senang ia menungguiku sampai bel berbunyi.
Kini, setelah aku besar, aku malah sering meninggalkannya, bermain bersama teman-teman, bepergian. Tak pernah aku menungguinya ketika ia sakit, ketika ia membutuhkan pertolonganku disaat tubuhnya melemah. Saat aku menjadi orang dewasa, aku meninggalkannya karena tuntutan rumah tangga.
Di usiaku yang menanjak remaja, aku sering merasa malu berjalan bersamanya. Pakaian dan dandanannya yang kuanggap kuno jelas tak serasi dengan penampilanku yang trendi. Bahkan seringkali aku sengaja mendahuluinya berjalan satu-dua meter didepannya agar orang tak menyangka aku sedang bersamanya.
Padahal menurut cerita orang, sejak aku kecil ibu memang tak pernah memikirkan penampilannya, ia tak pernah membeli pakaian baru, apalagi perhiasan. Ia sisihkan semua untuk membelikanku pakaian yang bagus-bagus agar aku terlihat cantik, ia pakaikan juga perhiasan di tubuhku dari sisa uang belanja bulanannya. Padahal juga aku tahu, ia yang dengan penuh kesabaran, kelembutan dan kasih sayang mengajariku berjalan. Ia mengangkat tubuhku ketika aku terjatuh, membasuh luka di kaki dan mendekapku erat-erat saat aku menangis.
Selepas SMA, ketika aku mulai memasuki dunia baruku di perguruan tinggi. Aku semakin merasa jauh berbeda dengannya. Aku yang pintar, cerdas dan berwawasan seringkali menganggap ibu sebagai orang bodoh, tak berwawasan hingga tak mengerti apa-apa. Hingga kemudian komunikasi yang berlangsung antara aku dengannya hanya sebatas permintaan uang kuliah dan segala tuntutan keperluan kampus lainnya.
Usai wisuda sarjana, baru aku mengerti, ibu yang kuanggap bodoh, tak berwawasan dan tak mengerti apa-apa itu telah melahirkan anak cerdas yang mampu meraih gelar sarjananya. Meski Ibu bukan orang berpendidikan, tapi do’a di setiap sujudnya, pengorbanan dan cintanya jauh melebihi apa yang sudah kuraih. Tanpamu Ibu, aku tak akan pernah menjadi aku yang sekarang.
Pada hari pernikahanku, ia menggandengku menuju pelaminan. Ia tunjukkan bagaimana meneguhkan hati, memantapkan langkah menuju dunia baru itu. Sesaat kupandang senyumnya begitu menyejukkan, jauh lebih indah dari keindahan senyum suamiku. Usai akad nikah, ia langsung menciumku saat aku bersimpuh di kakinya. Saat itulah aku menyadari, ia juga yang pertama kali memberikan kecupan hangatnya ketika aku terlahir ke dunia ini.
Kini setelah aku sibuk dengan urusan rumah tanggaku, aku tak pernah lagi menjenguknya atau menanyai kabarnya. Aku sangat ingin menjadi istri yang shaleh dan taat kepada suamiku hingga tak jarang aku membunuh kerinduanku pada Ibu. Sungguh, kini setelah aku mempunyai anak, aku baru tahu bahwa segala kiriman uangku setiap bulannya tak lebih berarti dibanding kehadiranku untukmu. Aku akan datang dan menciummu Ibu, meski tak sehangat cinta dan kasihmu kepadaku.

Jika Hidup Tidak untuk Dakwah
Terus ente mau ngapain?

Ente pergi pagi
Dengan semangat mencari duniawi
Jika angkot macet, langsung berganti sewa taksi
Agar harta buruan tidak beralih dari sisi

Ente pulang malam
Dengan jasad yang kelelahan
Nyampe di rumah mendekam sampai pagi datang

Lupakah engkau
Rasulullah saw bagaikan rahib di malam hari
Dan menjadi singa di siang hari
Sementara engkau
Tak peduli siang tak peduli malam
Yang penting dunia dalam genggaman

Sahabat cobalah engkau renungkan
Apa sih yang ingin kau gapai sampai harus membanting tulang
Apa sih yang ingin kau bangun hingga pagi datang
Apa sih yang ingin kau raih hingga tubuh begitu letih

Jujur saja, untuk urusan perutmu bukan. . ?
Buat beli martabak atau nasi. . ?
Masuk perut dan kemudian raib menjadi kotoran

Jujur saja, untuk urusan rumah tempat kau tinggal bukan. . ?
Buat beli keramik, AC ataupun busa. . ?
Dinikmati, rusak, ganti lagi tak berkesudahan

Jujur saja, untuk urusan kesenangan anak-anak yang kau rindukan bukan. . ?
Buat pakaian, mainan, ataupun poster-poster idaman. . ?
Dinikmati, menghilang dari pandangan

Jika engkau hidup hanya untuk itu semuanya
Maka harga diri ente
Nilainya sama dengan apa yang ente makan
Nilainya sama dengan apa yang ente keluarkan dari perut hitam
Nilainya sama dengan apa yang ente rindukan

Karena jasad ente tak ubahnya tembolok karung
Tempat penyimpanan semua makan yang kamu makan
Karena jasad ente tak ubahnya perekat
Tempat semua kesenangan dunia melekat

Sepekan, setahun, sewindu kau bangun sejuta pundi uang
Engkau lupa bahwa kelak yang kau bangun itu pasti kau tinggalkan
Engkau lupa bahwa tempat tinggalmu sesudahnya adalah istana masa depan

Tapi sahabat
Jika engkau hidup untuk dakwah
Tidak ada setitik harapan pun yang kelak dirugikan
Tiada seberkas amal pun yang tiada mendapat balasan

Tapi di dalamnya penuh ujian dan batu karang
Dan engkau harus yakin penuh akan janji Allah
Tapi di dalamnya tidak lekas kau dapatkan keindahan
Dan engkau harus yakin bahwa inilah jalan kebaikan

Sahabat
Janganlah terlena dengan kesenangan fana
Janganlah terlena dengan gemerlapnya dunia
Itulah yang Allah berikan sebagai hak para musyrikin di dunia
Tiada usah ente iri dan berpikir tuk hanyut bersamanya
Karena kau tahu kehidupan mereka sesudahnya adalah neraka
Dan mereka kekal di dalamnya

Sahabat
Jangan sia-siakan hidup di dunia
Bangun rumah dakwah
Jika kau diluaskan harta, kembalikan di jalan dakwah
Jika kau diluaskan waktu, hibahkan di jalan dakwah
Jika kau diluaskan tenaga, berikan untuk lapangnya jalan dakwah
Jika kau diluaskan pikiran, gunakan untuk merenungi ayat-ayat-Nya
Jika kau diluaskan usia, maksimalkan berikan yang terbaik untuk-Nya

Jangan jadikan dakwah sebagai kegiatan sampingan
Jangan jadikan dakwah sebagai hiburan
Jangan jadikan dakwah sebagai ajang gaul sesama teman
Jangan jadikan dakwah sebagai pengisi waktu luang
Jangan jadikan dakwah sebagai sarana memburu uang
Karena kelak yang kau dapatkan adalah jahanam
Sebagai balasan atas kemusyrikan yang kau jalankan

Sahabat
Jadikan dakwah sebagai ruh kalian di dunia
Jadikan dakwah sebagai rumah tinggal kalian di dunia
Jadikan dakwah sebagai tugas utama kalian di dunia
Jadikan bahwa hanya dengan dakwah diri kalian begitu bahagia
Jadikan bahwa tanpa dakwah kalian begitu menderita

Sahabat
Jalan dakwah inilah yang membedakan kita
Dengan para pendusta ayat-ayat-Nya
Dan jika engkau hidup di dunia ini tidak untuk tegakkan risalah-Nya Itu
artinya engkau pun sama dengan mereka
Yang lebih menyukai neraka ketimbang surga
Dan jika engkau hidup di dunia ini sebagai tujuan
Ingatlah bahwa tak lama lagi ruhmu bakal dicabut dari badan

Jika hidup tidak untuk dakwah
Trus ente mau ngapain?

Mau jadi ayam?
Yang pergi pagi pulang petang
Kurang petang tambahin nyampe tengah malam

Tapi masih mendingan ayam
Karena ia rutin bangun sebelum adzan
Dan teriakkan lagu keindahan
Tapi ente
Rutin subuh setengah delapan
Apalagi kalo akhir pekan
Bisa jadi subuh hengkang dari pikiran

Tapi masih mendingan ayam
Karena ia berani pilih makanan yang ia inginkan
Tapi ente
Ente embat semua yang ada di hadapan
Tidak peduli daging, tumbuhan, ataupun batu hitam
Sementara ente dikaruniai pikiran. . . ! !

 

” Nak, bangun… Hari Sudah Pagi. Sarapanmu udah ibu siapin di meja… “Tradisi ini sudah berlangsung 20 tahun, sejak pertama kali aku bisa mengingat. Kini usiaku sudah kepala 3 dan aku jadi seorang karyawan disebuah Perusahaan Tambang, tapi kebiasaan Ibuku tidak pernah berubah.

” Ibu sayang… ga usah repot-repot Bu, aku dan adik-adikku udah dewasa ” pintaku pada Ibu pada suatu pagi.

Wajah tua itu langsung berubah.Pun ketika Ibu mengajakku makan siang di sebuah restoran.Buru-buru kukeluarkan uang dan kubayar semuanya.Ingin kubalas jasa Ibu selama ini dengan hasil keringatku.

Raut sedih itu tak bisa disembunyikan.

Kenapa Ibu mudah sekali sedih ? Aku hanya bisa mereka-reka, mungkin sekarang fasenya aku mengalami kesulitan memahami Ibu karena dari sebuah artikel yang kubaca … orang yang lanjut usia bisa sangat sensitive dan cenderung untuk bersikap kanak-kanak ….. tapi entahlah….Niatku ingin membahagiakan malah membuat Ibu sedih.
Seperti biasa, Ibu tidak akan pernah mengatakan apa-apa. Suatu hari kuberanikan diri untuk bertanya,” Bu, maafkan aku kalau telah menyakiti perasaan Ibu. Apa yang membuat Ibu sedih ? “Kutatap jauh kedalam sudut mata Ibu, ada genangan air mata di sana yang akan segera berlinang .

Terbata-bata Ibu berkata, “Tiba-tiba Ibu merasa kalian tidak lagi membutuhkan Ibu. Kalian sudah dewasa, sudah bisa menghidupi diri sendiri. Ibu tidak boleh lagi menyiapkan sarapan untuk kalian, Ibu tidak bisa lagi jajanin kalian. Semua sudah bisa kalian lakukan sendiri “

Ah, Ya Tuhan, ternyata buat seorang Ibu .. bersusah payah melayani putra-putrinya adalah sebuah kebahagiaan.

Satu hal yang tak pernah kusadari sebelumnya. Niat membahagiakan bisa jadi malah membuat orang tua menjadi sedih karena kita tidak berusaha untuk saling membuka diri melihat arti kebahagiaan dari sudut pandang masing-masing. Diam-diam aku merenung didalam hati… Apa yang telah kupersembahkan untuk Ibu dalam usiaku sekarang ? Adakah Ibu bahagia dan bangga pada putera putrinya ? Ketika itu kutanya pada Ibu, Ibu menjawab,

“Banyak sekali nak kebahagiaan yang telah kalian berikan pada Ibu.

Kalian tumbuh sehat dan lucu ketika bayi adalah kebahagiaan.

Kalian berprestasi di sekolah adalah kebanggaan buat Ibu.

Kalian berprestasi di pekerjaan adalah kebanggaan buat Ibu .

Setelah dewasa, kalian berprilaku sebagaimana seharusnya seorang hamba, itu kebahagiaan buat Ibu.

Setiap kali binar mata kalian mengisyaratkan kebahagiaan di situlah kebahagiaan orang tua.”
Lagi-lagi aku hanya bisa berucap, “Ampunkan aku ya Allah kalau selama ini sedikit sekali ketulusan yang kuberikan kepada Ibu. Masih banyak alasan ketika Ibu menginginkan sesuatu.”

Betapa sabarnya Ibuku melalui liku-liku kehidupan.

Sebagai seorang wanita karier seharusnya banyak alasan yang bisa dilontarkan Ibuku untuk “cuti” dari pekerjaan rumah atau menyerahkan tugas itu kepada pembantu.

Tapi tidak! Ibuku seorang yang idealis. Menata keluarga, merawat dan mendidik anak-anak adalah hak prerogatif seorang ibu yang takkan bisa dilimpahkan kepada siapapun.

Ah, maafkan kami Ibu … 18 jam sehari sebagai “pekerja” seakan tak pernah membuat Ibu lelah..

“Nak… bangun nak, hari sudah mulai pagi .. sarapannya udah Ibu siapin dimeja.. “
Kali ini aku lompat segera.. kubuka pintu kamar dan kurangkul Ibu sehangat mungkin, kuciumi pipinya yang mulai keriput, kutatap matanya lekat-lekat dan kuucapkan,

“Terimakasih Ibu, aku beruntung sekali memiliki Ibu yang baik hati, ijinkan aku membahagiakan Ibu…”.
Kulihat binar itu memancarkan kebahagiaan. .. Cintaku ini milikmu, Ibu… Aku masih sangat membutuhkanmu. ..

Maafkan aku yang belum bisa menjabarkan arti kebahagiaan buat dirimu..

Sahabat.. tidak selamanya kata sayang harus diungkapkan dengan kalimat “aku sayang padamu… “,
namun begitu, cinta itu diciptakan bukanlah untuk di simpan dan dipendam, namun untuk diungkapkan dengan tulus..

Ayo kita mulai dari orang terdekat yang sangat mencintai kita …

Ibu dan ayah walau mereka tak pernah meminta dan mungkin telah tiada.
Percayalah.. . kata-kata itu akan membuat mereka sangat berarti dan bahagia.

“Ya Tuhan, cintai Ibuku, beri aku kesempatan untuk bisa membahagiakan Ibu…, dan jika saatnya nanti Ibu Kau panggil, panggillah dalam keadaan yang sangat baik. Ampunilah segala dosa-dosanya dan sayangilah ia sebagaimana ia menyayangi aku selagi aku kecil…

ibu bukan hanya seorang motivator yang selamanya kahn hidup dihati, namun beliau juga pendamping setia disaat rasa gundah, gelisah, cemas, disertai khawatir yang mendatangi kita, beliau hadir disaat tak terduga, beliau bagaikan cahaya pagi yang selalu menerangi tanpa henti walaupun cahaya hanya tinggal sedikit lagi, namun keinginannya untuk membuat anak-anaknya bahagia tak pernah hilang, wahai sahabat dan pembaca yang budiman, hidup ini sangat lah singkat, jika hidup yang singkat ini kita gunakan hanya untuk menyakiti orang lain dan membuat sesuatu yang tak berarti, maka hidup ini tak lebih dari sekedar sampah yang tak bernilai hargannya dmata siapapun, namun jadikan lah hidup ini indah dengan Cinta, tak mampu membuat diri sendiri bahagia khan bukan alasan untuk tidak membahagiakan orang lain, seorang biksu yang bernama sri panyavaro, dalam bukunya ” bersahabat dengan kehidupan” pernah menulis, kebahagiaan itu datang ketika kita selalu berusaha untuk membahagiakan orang lain, justru sebaliknya, penderitaan itu datang ketika kita mengharapkan orang lain untuk membuat kita bahagia.

Suatu sore, seorang anak menghampiri ibunya di dapur Ia menyerahkan selembar kertas yang telah ditulisinya. Setelah sang ibu mengeringkan tangannya dengan celemek. Ia pun membaca tulisan itu dan inilah isinya:
  • Untuk memotong rumput Rp.10.000,-
  • Untuk membersihkan kamar tidur minggu ini Rp.10.000,-
  • Untuk pergi ke toko disuruh ibu Rp. 5000,-
  • Untuk menjaga adik waktu ibu belanja Rp.5000,-
  • Untuk membuang sampah Rp.10.000,-
  • Untuk nilai yang bagus Rp.20.000,-
  • Untuk membersihkan dan menyapu halaman Rp.5.000,-
  • Jadi jumlah utang ibu adalah Rp.65.000,-
Sang ibu memandangi anaknya dengan penuh harap, berbagai kenangan terlintas dalam benak sang ibu. Lalu ia mengambil pulpen, membalikkan kertasnya dan inilah yang ia tuliskan:
  • Untuk sembilan bulan ibu mengandung kamu, gratis
  • Untuk semua malam ibu menemani kamu, gratis
  • Mengobati kamu dan mendoakan kamu, gratis
  • Untuk semua saat susah dan air mata dalam mengurus kamu, gratis
  • Kalau dijumlahkan semua, harga cinta ibu adalah gratis
  • Untuk semua mainan, makanan, dan baju, gratis
  • Anakku… dan kalau kamu menjumlahkan semuanya,
  • Akan kau dapati bahwa harga cinta ibu adalah GRATIS
Seusai membaca apa yang ditulis ibunya, Sang anak pun berlinang air mata dan menatap wajah ibunya dan berkata: “Bu, aku sayang sekali sama ibu…”.
Kemudian ia mengambil pulpen dan menulis sebuah kata dengan huruf-huruf besar: “LUNAS”

Innalillahi
Sosok mengagumkan itu kembali terngiang dalam memori…
Si cerdas, tangguh, bijak dan entah apa…sepertinya aku butuh kata baru untuk menggambarkan ke-luarbiasa-annya…
Aku kembali lagi kagum dan kagum, hanya dapat mengaguminya… astagfirullah…. tipu daya syetan itu ya Allah… astagfirullah.

Ilustrasi (kawanimut)

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik”(QS. Ali-Imran: 14)

Sebagai aktivis dakwah sudah pasti, ujian dalam mengarungi samudra kehidupan dakwah ini tidaklah akan mudah. Beragam tantangan gulungan ombak penghalang akan terus datang. Menerpa perjalanan hingga kelak kita sampai di finishnya. Dengan porak-poranda mungkin, basah kuyup, ya itu sudah pasti. Namun bagaimana pun, itu semua akan dan harus dilalui.

Cinta. Rasanya ini merupakan salah satu ujian berat yang harus dilalui kita para aktivis dakwah. Cinta dalam konteks sebuah rasa ‘manusiawi’ yang timbul antar dua insan yang berlainan jenis. Layaknya cinta Adam dan hawa, cinta Yusuf dan Zulaikha, cinta baginda Rasulullah dan ibunda Siti Khadijah. Rasa ini tentunya sangat rentan sekali untuk kita para aktivis dakwah thulabi yang kesehariannya senantiasa dihadapkan pada kenyataan dan keharusan kita berinteraksi intensif antar lawan jenis sesama aktivis dakwah.

Tentunya tidak dapat dipungkiri, bahwa cinta akan timbul karena terbiasa. Terbiasa beramal jama’i bersama, terbiasa menyelesaikan berbagai persoalan dakwah bersama, terbiasa saling mengingatkan dalam kebaikan bersama, bahkan mungkin terbiasa menangis bersama dalam berbagai muhasabah tiap agenda. Merasai bersama pahit manis, asam-garam kehidupan dakwah kampus atau sekolah dalam kurun waktu yang tidak bisa dibilang sebentar. Tentu benih-benih itu tanpa ditanam dan disiram pun akan tetap bertumbuh.

Tidak ada yang salah atas itu semua. Bukan hal yang salah jika kita jatuh cinta. Bahwasannya aktivis dakwah pun juga hanya manusia biasa bukan? Maka jangan salahkan cinta, pun jangan pula terbebani dengannya, apalagi sampai berusaha untuk membunuhnya. Karena sejatinya dia adalah fitrah. Dan fitrah cinta ini adalah persoalan bagaimana kita dalam menyikapinya.

Beberapa baris kalimat pembuka di atas sangat mungkin pernah terbesit dalam hati-hati kita. Ketika melihat sosok aktivis militan yang pesona keimanannya begitu memancar. Keshalihan pribadinya begitu nampak. Pemikiran briliannya selalu menyempurnakan kerja-kerja dakwah. Ditambah aura kepemimpinannya yang bijaksana lagi tegas. Salahkah jika muncul rasa itu? Sekali lagi tidak. Bukan perasaan itu yang salah, melainkan pilihan langkah kita yang sering kali salah dalam menyikapinya.

Lantas apa dan bagaimana cara kita untuk menyikapinya?

Seorang ustadz pada siarannya di salah satu radio dakwah pernah menyampaikan, bahwasannya benar, cinta datang dari mata turun ke hati, dari pendengaran turun ke hati. Maka jagalah keduanya ini. Jagalah dengan sungguh-sungguh seluruh indera yang dikaruniakan olehNya. Menjaganya dengan sebenar-benar penjagaan dan memohon pada pemiliknya dengan segala kerendahan dan penghambaan untuk senantiasa menjaga hati kita tetap pada koridor yang diridhai-Nya. Menjaga pandangan untuk menjaga hati (ghodul bashar ilaa ghodul qulub). Maka hal penting pertama adalah ini, jangan pernah sepelekan hal ini.

Kemudian sadarilah. Bersegeralah ‘menyadarkan diri’, bahwasannya semua rasa yang timbul itu adalah fana, maya, semu. Rasa itu timbul oleh karena adanya sebab. Maka seiring dengan hilangnya sebab-sebab yang mengharuskan kebersamaan dan ke-terbiasa-an tersebut, maka akan menyertai pula hilangnya perasaan yang pernah bertumbuh itu. Cepat atau lambat pun rasa itu akan berkurang lalu hilang.

Lalu yakinlah. Bahwasanya jelas janji-Nya dalam Al-Quran. Telah Ia siapkan laki-laki baik untuk perempuan-perempuan baik, pun sebaliknya. Jika dalam al-huda itu pun telah jelas tertulis, maka masih adakah alasan kita untuk meragu?

Mari sibukkan diri dalam perbaikan. Meningkatkan kualitas diri dan berusaha memantaskan diri untuk mendapatkan satu yang terbaik yang telah disiapkan oleh-Nya untuk masing-masing dari kita. Jangan biarkan tipu daya syetan itu memonopoli hati dan pikiran kita. Menjerembabkan diri kita ke jurang nista.

Wallahu’alam bishshowab.